Aneh rasanya ketika melihatmu kini bergandengan erat dengan yang lain. Tangan hangatmu yang biasanya menggenggam jariku yang terus menggigil, pun senyuman hangat yang tak lagi mengarah istimewa kepadaku seorang.
Aneh rasanya ketika hanya mampu melihatmu dari kejauhan. Bibir ini kelu hanya untuk sekedar memanggil namamu. Padahal tak jauh jarak antara kau dan aku. Ah, ada dia yang kini berada di sampingmu. Karena biasanya di situ ada aku, dan kau kini tak mau lagi berpaling ke arahku.
Aneh rasanya ketika tiba-tiba kakiku membawaku untuk mengikutimu. Aku rindu suaramu, aku rindu tawamu. Dan hanya ini yang bisa kulakukan sebagai obat rindu.
Aneh rasanya ketika menyadari bahwa kini aku sendirian. Aku yang seringkali mengais perhatianmu, menyita waktumu, kini diam tak tahu lagi kemana diri ini harus menghalau sendu. Jangankan itu, rasa sayangku kepadamu pun tak tahu lagi harus kubuang kemana. Semua sudut kota penuh akan kenangan kita, sayangku. Aku terlalu takut jika mereka akan membawa ingatan tentang kita, padahal aku sudah berusaha menguburnya dalam-dalam.
Jujur, aneh rasanya. Ketika aku menyadari bahwa setelah kita berpisah lamapun, aku masih mencintaimu, selalu.
—kaniyóaraa
Komentar