Sebenarnya aku tak membenci hujan.
Aku menyukai bagaimana tiap butir beningnya membasahi pelipisku sebelum turun ke pipi, lalu menetes ke hati.
Aku menyukai bagaimana hujan membawa segumpal kenangan masa lalu yang tak kuharap akan datang kembali, namun itu memberiku segenap kekuatan untuk berani bangun esok hari dan terus melangkah maju.
Aku menyukai bagaimana rasanya menangis di bawah hujan. Dengan baik hati hujan menyembunyikan isak tangis dibalik deras air yang terus menghujam tanah tanpa ampun.
Namun kemudian, aku membenci hujan.
Aku tak lagi bisa tenang ketika hujan datang deras bersama gemuruh petir. Hatiku berdetak tak karuan, cemas takut bila tiba-tiba listrik padam. Aku takut gelap, tapi hujan menghiraukan itu.
Aku tak lagi bisa menikmati dinginnya hawa ketika hujan datang. Kepalaku tiba-tiba disesaki berbagai pemikiran negatif yang membuatku harus duduk atau berbaring, lalu menangis pelan untuk menghilangkannya.
Aku tak lagi bisa menikmati tiap hujaman hujan yang dulunya ramah, kini terasa semakin menusuk relung hatiku. Semakin banyak kenangan yang hanyut bersama air hujan, semakin enggan aku untuk menikmatinya.
Kita sampai di sini saja, hujan.
— kaniyoàraa
Komentar