Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Seribu Mimpi Yang Muncul Bersamaan Dengan Dirimu

Jiwa kosongku hampir saja disinggahi setan jika kau tidak tiba-tiba muncul di sini, di tengah hutan gelap dengan lentera sederhana di tangan kirimu. Tangan kananmu terulur padaku, wajahmu penuh luka gores dan lumpur.  "Aku akan menyelamatkanmu." Begitu katamu. Aku hanya pasrah ketika kau kemudian menggendongku, membawaku pulang ke tempat dimana hawa hangat bisa kau dapatkan di depan perapian yang menyala.  Hangat. Dalam pelukanmu, aku bisa begitu nyaman.  Kupejamkan mataku untuk sejenak. Beberapa saat kemudian, ketika kubuka mataku kembali, kusadari diriku ada di tengah padang bunga, mengenakan gaun pernikahan. Kulihat dirimu berdiri di sampingku, tampak menawan dengan setelan jas putih yang senada dengan gaunku. Kau menatapku dalam-dalam, membuatku tak mampu membuang pandangan. Wajahmu mendekat, kupejamkan mataku. Ketika kusadari, kita sudah duduk di atas sebuah kasur. Kamar kecil yang nyaman. Seorang bayi tampak asyik mengemut ibu jariku. Kau tak henti...

Tenanglah, Itu Hanya Setumpuk Masa Lalu

Bukannya bermaksud menjadi tipikal manusia pendendam, hanya saja ada beberapa hal yang membuatku mengharuskan rasa itu muncul begitu saja. Satu dua hal yang terus menerus berubah menjadi sebukit kekecewaan, kesedihan. Aku membencinya, semua hal yang terjadi di masa lalu. Ketika mata ini belum terpaut dengan matamu yang menawan. Lugunya diriku dulu yang suka sekali berlarian kesana kemari, menjelajahi semua pintu hati yang dibukakan untukku. Tak mengenal apa itu rumah, tak mengenal arti kasih sayang sesungguhnya. Aku benci ketika kau membuatku harus mengingatnya. Aku benci ketika kau membuatku harus merelakannya, membiarkannya karena itu sudah terlanjur terjadi. Hanya saja, aku tak menyangka hal semacam itu pernah terjadi dalam hidupku. Kau, dengan santainya hanya tersenyum dan berkata, "Tenanglah, sayang. Itu hanya masa lalu." lalu mencium keningku dengan penuh cinta. Aku hanya bisa menunduk malu, meski separuh hatiku ingin menjerit, sisanya berdemo karena tak s...

Sekali Lagi, Aku Ingin Menyerah

Aku menikmatinya, detik demi detik yang kulewati bersama kalian, kawan-kawanku. Aku menghargai bagaimana kalian saling membangun hubungan--meskipun terkadang menggunakan bahasa sarkas yang menurutku terlalu berlebihan. Aku terbiasa dengan semua hal yang kalian lakukan. Tiba-tiba, keadaan berubah begitu saja. Topik yang dibawakan begitu membosankan. Satu persatu hal muncul membuatku muak. Aku tidak nyaman. Aku ingin pergi. Berkali-kali aku pergi, dan berkali-kali aku menetap. Aku ingin menemukan tempat yang tepat. Tapi mengapa bagi kalian ini adalah hal yang mudah, tetapi bagiku sangatlah sulit? Tuhan, mengapa tiba-tiba semua terasa tidak adil? Aku, seorang kawan yang memutuskan untuk pergi. Entah kau sebut aku kawan atau lawan, atau hanya sebuah angin yang berlalu begitu saja. Pernahkah kalian menganggap eksistensiku? Pernahkah kalian peduli padaku? Tuhan, izinkan aku untuk menyerah lagi. Dan izinkan aku untuk berani membangun kepercayaan lagi. Aku muak hidup sen...