Jiwa kosongku hampir saja disinggahi setan jika kau tidak tiba-tiba muncul di sini, di tengah hutan gelap dengan lentera sederhana di tangan kirimu. Tangan kananmu terulur padaku, wajahmu penuh luka gores dan lumpur.
"Aku akan menyelamatkanmu." Begitu katamu. Aku hanya pasrah ketika kau kemudian menggendongku, membawaku pulang ke tempat dimana hawa hangat bisa kau dapatkan di depan perapian yang menyala.
Hangat. Dalam pelukanmu, aku bisa begitu nyaman. Kupejamkan mataku untuk sejenak.
Beberapa saat kemudian, ketika kubuka mataku kembali, kusadari diriku ada di tengah padang bunga, mengenakan gaun pernikahan. Kulihat dirimu berdiri di sampingku, tampak menawan dengan setelan jas putih yang senada dengan gaunku. Kau menatapku dalam-dalam, membuatku tak mampu membuang pandangan. Wajahmu mendekat, kupejamkan mataku.
Ketika kusadari, kita sudah duduk di atas sebuah kasur. Kamar kecil yang nyaman. Seorang bayi tampak asyik mengemut ibu jariku. Kau tak henti mengelus kepalanya yang rapuh.
Tiba-tiba gelap, kemudian sinar terang menyilaukanku. Sebuah pantai terhampar di depanku. Kau dan seorang anak kecil tampak asyik berlarian dengan riang, bermain air dan membuat istana pasir. Entah mengapa, melihatnya saja membuatku tersenyum tenang.
"Mama!" anak itu mendekat ke arahku, ia memperlihatkan sebuah kerang cantik di telapak tangannya. "Ini untuk mama." lanjutnya, dengan tersenyum manis sekali.
Tiba-tiba langit berubah berwarna-warni, memperlihatkan banyak potongan kejadian yang sebelumnya tak pernah kulakukan, bahkan tak pernah terpikir olehku. Ada kau dan aku, bergandengan tangan menyusuri jalanan lengang kota metropolitan, membeli es krim bersama, bercanda ria hingga tengah malam, bermain game bersama, dan semua hal manis yang bisa kau temukan dalam sebuah cerita pasangan yang berbahagia.
Seorang anak kecil semakin lama beranjak dewasa, hingga dia menemukan pekerjaan dan cinta yang cocok untuknya. Kau tampak sangat bahagia melihatnya berdiri gagah di pelaminan, begitupun aku yang tak henti menahan tangis.
Langit mendadak gelap, dan aku terbangun dari tidur siangku. Kelas sudah berakhir, dan kudapati dirimu duduk di sampingku. Tanganmu terulur padaku, dengan wajah penuh gurat merah malu-malu, "Mau pulang bersama?".
— kaniyoàraa
Komentar